Tuesday, November 13, 2007

'Ngalor Ngidul NU'

"Ajining diri ono ing lathi,
Ajining lathi ono ing ati,
Ajining ati ono ing rasa pangerti."
demikianlah orang jawa kuno bilang.

Ajining diri ana ing lathi
"Jangan remehkan orang Jawa", teriak petinggi Peranggi dan Ispanya yang tergabung dalam armada laut menjadi penguasa tunggal dunia setelah Majapahit tumbang, karena pengkhianatan Adipati Tuban Wilwatikta, terjadilah perang Paregreg, yang meluluhlantakkan armada laut Majapahit. Setelah Majapahit musnah hanya satu yang ditakuti oleh Peranggi (Portugis) orang Jawa dan lebih ditakuti lagi Adipati Unus, anak Raden Fatah yang diberi kepercayaan menguasai armada di lautan. Peranggi itu takut kepada Jawa karena semua orang Jawa itu adalah 'diri' yang punya 'lathi', 'ati' dan 'pangerti' nenek moyangnya yang mengajarkan itu, turun temurun.
Diri, manusia yang berpribadi, punya kekuasaan atas dirinya sendiri, mampu menentukan tujuan dan gairahnya sendiri. Lathi berarti kepribadian berarti juga perjuangan, berarti juga aktivitas, berarti juga gairah untuk mencapai cita-cita. Jadi manusia itu berharga dan pantas disebut manusia jika mempunyai lathi, seorang yang tidak punya cita-cita, tidak punya gairah, tidak punya perjuangan, dan tidak punya aktivitas, dia tidak berhak disebut 'diri'. Orang yang demikian meskipun dia hidup, makan dan beranak pinak, dia
Tulisan ini berawal dari pertemuan dengan Moh Anwarudin Ketua IPNU Kebumen, dalam ngobriol naglor ngidul, dia tiba-tiba meminta saya menuliskan tentang "Yah pokoknya tulisan tentang Dakwah lah", awalnya saya agak keberaan karena saya "bukan ahli dakwah" pengajianpun jarang dan "bukan orang IPNU" secara organisatoris, saya belum lagi mengenal karakteristik IPNU, apalagi dakwahnya, yang dida'wahkan dan siapa yang harus didakwahi, tentu saja saya tidak mengetahui 'kedalaman'IPNU dan pasangannya IPPNU. Karena saya tidak berkecimpung secara langsung di 'alam' IPNU, Yang saya tahu, organisasi ini anak NU. Sudah.

Ya judul di atas, dimaksud untuk menghindari pembahasan yang berkutat tak henti-henti soal ke-blunderan- NU dalam berbagai sikap. Nyaris semua bahasan di dunia NU, berbicara masalah pribadi (baca: organisasi NU) atau masalah keluarga (urusan-urusan internal NU), yang seharunya tidak boleh keluar karena akan menjadi aib bagi orang (baca: organisasi) lain.